Fenomena
Video Kekerasan Gadis ABG, Dimanakah Iner Beauty-Mu ??
KATA
PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT
karena atas rahmat dan karunia-Nya makalah yang berjudul “Kekerasan Terhadap
Remaja” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai
tugas untuk mata kuliah Psikologi Klinik.
Keberhasilan penulis dalam penulisan
makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini,
sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membaca.
Kasus
Menonton
video tentang Kekerasan Cewek ABG di Bali yang ramai dibicarakan di media masa
dan diunggah di Youtube, serta dishare di FB baru-baru ini, membuat bulu kuduk
saya berdiri. Popularitas video kekerasan itu menaikkan rating hingga mencapai
ratusan ribu penonton di youtube, dan saya kira jumlah orang yang mengakses
video itu saya yakin akan bertambah lagi. Tetapi, menonton video yang berdurasi
lima menit lebih, membuat hati saya gelisah tak karuan, “Di manakah sebenarnya
hati nurani dan kelembutan hati para cewek remaja ABG itu?”
Terus terang,
saya sangat iba dan kasihan terhadap cewek ABG yang jadi korban. Tapi di lain
pihak, hati saya merasa miris betul melihat tingkah laku para pelaku yang
ternyata mereka adalah geng cewek remaja macho. Mengapa ajang persahabatan dan
pertemanan dalam per group anak remaja, yang seharusnya menjadi wadah untuk
pengembangan diri dan kepribadian, berubah brutal sehingga menjadi agen
kekerasan terhadap sesamanya? Di manakah kau sembunyikan inner beautymu?
Jelaskan
bagaimna fenomena kekerasan ini terjadi dan bagaimana menanggulanginya dari
sudut pandang psikologi..
I.
Pengertian
Inner Beauty dan Kekerasan
Inner beauty merupakan energi dari
sebuah kecantikan yang akan membuat seseorang terlihat cantik meski secara
fisik tidak memenuhi kriteria cantik alias biasa-biasa saja. Banyak orang juga
memberi definisi inner beauty sebagai kekuatan yang tidak nampak secara fisik.
Salah satu kegiatan yang bisa
dilakukan oleh remaja putri untuk memperlihatkan inner beauty nya sebagai
seorang wanita adalah dalam mengikuti pemilihan Putri Miss Indonesia, salah
satu syarat penilaian-nya adalah bagaimana mengeksplorasi inner beauty bersinergi
dengan kecantikan fisiknya. Video kekerasan cewek ABG di Bali, menjadi bukti
bahwa inner beauty remaja putri yang dimilikinya tidak mendapat perhatian
serius oleh banyak pihak, termasuk orang tua kurang mempedulikan inner beauty
anak putrinya. Padahal jika orang tua peduli dan memonitor perkembangan inner
beauty anak putrinya dalam konteks perkembangan kepribadian anak, niscaya
kekerasan itu tak akan terjadi.
Kekerasan berarti penganiayaan,
penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000),
kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,ancaman atau tindakan
terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang
mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian,
kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Menurut Hurlock (1981) remaja
adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, memberi batasan usia
remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall ( dalam Santrock, 2003) usia
remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang
diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama,
tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga
dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan.
Stetemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu diawal abad ke-20 oleh
bapak psikologi remaja yaitu Stanly Hall. Pendapat Staley Hall pada saat itu
yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan masa tekanan (storm and
stress).
Merurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya
krisi identitas atau pencarian identitas diri. Karakteristik remaja yang sedang
berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada
diri remaja.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja
adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan
fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian. Sebagian remaja
mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi
mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa
permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan
karakteristik yang ada pada diri remaja.
II. Fenomena video kekerasan gadis ABG,
dimanakah inner Beauty-Mu...?
Video
kekerasan ABG di Bali, dapat menjadi bukti bahwa sekarang ini inner beauty
remaja putri sudah tidak terpancar lagi, hal itu di buktikan dengan adanya
tindakan kek erasan yang seharusnya tidak di lakukan oleh seorang perempuan
karena pada kodratnya seorang perempuan mempunyai sifat yang lemah
lembut,penyanyang, pemaaf dan tidak kasar. Namun remaja putri tersebut bersikap
sebaliknya yaitu kasar dan pemarah.
Dalam video yang saya
lihat,, ada sekitar tujuh orang remaja putri mengeroyok satu orang remaja
putri. Entah apa penyebabnya, tapi, seorang ABG putri itu terlihat diinterogasi
oleh keempat remaja putri.Dari petikan pembicaraan yang terekam dengan bahasa
Indonesia bercampur Bali itu, terdengar seorang dari mereka menagih uang
sebesar Rp200 ribu kepada korban.
Dari situ, adegan
penganiayaan pun terjadi. Satu orang dari tujuh remaja putri itu memukul
korban. Tiga kali korban terkena bogem mentah remaja berbaju hijau dan kuning.
Sementara rekannya memerhatikan dan sesekali ikut memukul korban sambil
mengeluarkan kata-kata kasar. Dalam video berjudul "Kekerasan ABG
Bali" itu, korban yang mengenakan baju berwarna ungu itu tak bisa berbuat
apa-apa. Dia hanya bisa menangis tak berdaya. Hanya bisa pasrah terhadap apa
yang dialaminya.
A.
Mengapa
fenomena kekerasan ini dapat terjadi..?
Ada
beberapa akar penyebab terjadinya perilaku kekerasan yaitu :
1. Adanya
frustasi yang dialami oleh pelaku tindak kekerasan. Frustasi dialami bila
tujuan yang ingin dicapai dihalang-halangi sehingga yang bersangkutan gagal
mencapai tujuannya. Faktor frustasilah yang menjadi salah satu sumber mengapa
mereka yang berpendidikan dan status sosial dan ekonomi rendah sering melakukan
tindak kekerasan. Gaya hidup modern yang mengagungkan hedonisme di satu sisi
sedangkan mereka hanya memiliki sumber daya yang sangat terbatas pada sisi yang
lain akan mudah sekali menimbulkan frustasi.
Reaksi terhadap frustrasi umumnya ada tiga macam. Pertama
adalah menghindari situasi yang menyebabkan frustrasi tersebut. Kedua dengan
tingkah laku apati dan ketiga adalah dengan melakukan tingkah laku agresi.
Biasanya keputusan untuk menggunakan salah satu dari ketiga reaksi tersebut
didasarkan pada pertimbangan apakah pelaku merasa dirinya lemah/minoritas
ataukah kuat/berkuasa/mayoritas. Bila dia merasa lemah, dia akan mengambil
keputusan untuk melakukan tingkah laku menghindar terhadap situasi yang
menyebabkan frustrasi. Bila situasi tersebut ternyata tidak bisa lagi
dihindari, maka reaksi apati menjadi pilihan yang terakhir. Sebaliknya bila
pelaku merasa dirinya lebih kuat, dia akan melakukan tindakan agresi terhadap
situasi yang menyebabkan frustrasi.
2. Adanya
pengalaman abuse yang dialami pada masa kecil, ini terutama karena budaya
pengasuhan kita umumnya mengijinkan tindak kekerasan yang dilakukan terhadap
anak. Anak mengalami pengasuhan dengan pola kekerasan, pada saat besara nanti
juga akan mudah sekali melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain meskipun
sebenarnya tidak menyukainya.
3. Faktor
kepribadian. Pada gangguan jiwa misalnya gangguan kepribadian pola agresif.
Orang yang mengalami pola agresif ini dicirikan dalam tingkah laku yang mudah
tersinggung dan destruktif bila keinginannya tidak tercapai dan bila ada
situasi yang menyebabkan frustasi. Selain itu gangguan kepribadian status juga
dapat menyebabkan tingkah laku kekerasan. Kepribadian status ini sering kali
berbeda bahkan sangat berbeda dengan kepribadian asli dari orang yang
bersangkutan.
B.
Fenomena
kekerasan dalam sudut pandang psikologi
1.
Teori
psikoanalisa
Menurut
teori psikoanalisa, struktur jiwa manusia dibagi menjadi tiga, yaitu superego,
ego dan id. Superego bekerja berdasarkan prinsip ideal (yang seharusnya). Isi
superego adalah segala perintah dan larangan yang dibatinkan (internalisasi)
dari orang tua dan tokoh-tokoh yang berkuasa (juga ajaran agama) bagi si anak.
Ego bekerja berdasarkan prinsip realita. Egolah yang terutama menggerakkan
perilaku sadar individu. Sedangkan id bekerja berdasarkan prinsip
kenikmatan/kesenangan. Pribadi yang sehat adalah pribadi yang memiliki ego yang
kuat sehingga mampu mengontrol dorongan yang berasal dari id maupun
superegonya.
Pada
dasarnya perilaku manusia digerakkan oleh dua dorongan dasar, yaitu dorongan
untuk hidup (eros) dan dorongan untuk mati (thanatos). Dorongan untuk hidup
kemudian oleh Freud dispesifikkan pada dorongan seks (libido) sebagai intinya.
Ini disebabkan karena Freud melihat berdasarkan pengalaman prakteknya, banyak
pasien yang mengalami gangguan mental disebabkan mereka tidak mampu
mengekspresikan dorongan seks mereka secara wajar. Libido ini yang mengisi
energi pada id.
Pada bagian
lain, energi superego berasal dari thanatos. Itulah sebabnya mengapa orang yang
superegonya kuat dan mendominasi kepribadiannya, mudah diliputi kecemasan dan
rasa bersalah yang pada akhirnya membuat individu diliputi perasaan putus asa
dan depresi (bahkan keinginan untuk bunuh diri). Ini terjadi karena energi
thanatos diarahkan kepada diri sendiri. Sedangkan bila energi thanatos
diarahkan ke luar, ini akan muncul dalam bentuk perilaku agresi yang bersifat
destruktif termasuk di dalamnya rupa-rupa tindak kekerasan.
Berdasarkan
pandangan psikoanalisa tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya
dorongan untuk melakukan tindak kekerasan memang sudah menjadi sifat dasar
manusia (bawaan). Semua manusia berpotensi (tanpa kecuali) untuk melakukan
tindak kekerasan (entah terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain).
2.
Pandangan behaviorisme
Berbeda
dengan psikoanalisa, behaviorisme berpendapat bahwa kekerasan disebabkan dari
hasil belajar. Manusia akan cenderung mengulangi tingkah laku yang
menguntungkan dirinya sehingga tingkah laku tersebut akhirnya menjadi sifat
dirinya. Orang yang berbadan kekar cenderung akan melakukan tindakan agresif
karena tindakan tersebut lebih banyak menguntungkan dirinya (orang lain yang
badannya kecil akan kalah dengannya). Di sini berlaku prinsip penguatan
(reinforcement).
Tingkah laku
juga terjadi karena adanya modelling (belajar meniru). Bila lingkungan sekitar
(orang tua, saudara, tetangga, media) menyajikan adegan-adegan kekerasan, maka
sangatlah mungkin individu akan meniru tindakan kekerasan tersebut.Jadi,
behaviorisme melihat bahwa perilaku kekerasan terjadi karena memang perlilaku
tersebut membawa konsekuensi yang positif (menyenangkan) bagi individu
pelakunya serta karena memang lingkungan menyediakan model-model untuk
melakukannya.
C.
Bagaimana
upaya penanggulangan dan pencegahannya..??
Pendidikan karakter menurut Pusat Bahasa Kementerian
Pendidikan Nasional (Kemendiknas) adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Seperti
disebutkan sebelumnya bahwa penekanan dalam pendidikan terfokus pada
intelektual semata sedangkan karakter dari para pelajar tidak diarahkan
sehingga para pelajar hanya tahu bagaimana
mencapai intelektual tinggi tanpa tahu bagaimana mengubah karakternya sesuai
dengan budi pekerti / norma dalam masyarakat.
Yang selanjutnya juga bisa dengan meninjau dari aspek
spiritual dalam pendidikan. Setiap pelajar rata-rata masih dalam tahap mencari
sosok panutan yang bisa dijadikan role
model, namun tidak didapatkan di kalangan guru atau wali kelas yang
umurnya berbeda jauh dan sulit bisa memahami pemikiran dan keberadaan mereka.
Selain itu, penerapan spiritualitas dapat dimanifestasikan melalui
memaksimalkan kegiatan kerohanian, pelajaran agama, dan pergaulan guru kepada
murid, pergaulan yang baik antara guru dan muridnya akan membawa dampak yang
baik karena guru bisa dijadikan tuntunan. Kegiatan keagamaan diharapkan dapat
membantu internalisasi nilai positif. Selain itu, mencegah lebih baik daripada
mengobati. Jika deteksi dini sudah dilakukan maka potensi penyimpangan dapat
diminimalisir. Cara yang lain bisa dengan menegaskan ketegasan dalam penegakan
hukum di sekolah. Bukan berarti penegakan hukuman ini berupa kekerasan atau
menyudutkan karena justru malah memberi contoh buruk bagi pelajar, namun
berikan hukuman yang memberi efek jera yang sifatnya mendidik dan konstruktif.
Adanya fenomena kekerasan ini menurut kami juga dapat di sebabkan oleh karena
kurangnya perhatian orang tua, anak-anak yang kurang perhatian orang tua akan
cenderung lari untuk mencari pelampiasan yang biasanya ke arah negatif, maka
dari itu orang tua perlu memberikan perhatian terutama dalam aspek afeksinya.
Terdapat beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin meningkatnya masalah kekerasan
yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain :
a)
Peran
Orangtua
1. Peran
Sebagai Pendidik
Orang
tua hendaknya menyadari banyak tentang perubahan fisik maupun psikis yang akan
dialami remaja. Untuk itu orang tua wajib memberikan bimbingan dan arahan
kepada anak. Nilai-nilai agama yang ditanamkan orang tua kepada anaknya sejak
dini merupakan bekal dan benteng mereka untuk menghadapi perubahan-perubahan
yang terjadi. Agar kelak remaja dapat membentuk rencana hidup mandiri, disiplin
dan bertanggung jawab, orang tua perlu menanamkan arti penting dari pendidikan
dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah, di luar sekolah serta di
dalam keluarga.
2. Peran
Sebagai Pendorong
Menghadapi
masa peralihan menuju dewasa, remaja sering membutuhkan dorongan dari orang
tua. Terutama saat mengalami kegagalan yang mampu menyurutkan semangat mereka.
Pada saat itu, orang tua perlu menanamkan keberanian dan rasa percaya diri
remaja dalam menghadapi masalah, serta tidak gampang menyerah dari kesulitan.
3. Peran
Sebagai Panutan
Remaja
memerlukan model panutan di lingkungannya. Orang tua perlu memberikan contoh
dan teladan, baik dalam menjalankan nilai-nilai agama maupun norma yang berlaku
di masyarakat. Peran orang tua yang baik akan mempengaruhi kepribadian remaja.
4. Peran
Sebagai Pengawas
Menjadi
kewajiban bagi orang tua untuk melihat dan mengawasi sikap dan perilaku remaja
agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang membawanya ke dalam kenakalan
remaja dan tindakan yang merugikan diri sendiri. Namun demikian hendaknya
dilakukan dengan bersahabat dan lemah lembut. Sikap penuh curiga, justru akan
menciptakan jarak antara anak dan orang tua, serta kehilangan kesempatan untuk
melakukan dialog terbuka dengan anak dan remaja.
5. Peran
Sebagai Teman
Menghadapi
remaja yang telah memasuki masa akil balig, orang tua perlu lebih sabar dan mau
mengerti tentang perubahan pada remaja. Perlu menciptakan dialog yang hangat
dan akrab, jauh dari ketegangan atau ucapan yang disertai cercaan. Hanya bila
remaja merasa aman dan terlindung, orang tua dapat menjadi sumber informasi,
serta teman yang dapat diajak bicara atau bertukar pendapat tentang kesulitan
atau masalah mereka.
6. Peran
Sebagai Konselor
Peran
orang tua sangat penting dalam mendampingi remaja, ketika menghadapi masa-masa
sulit dalam mengambil keputusan bagi dirinya. Orang tua dapat memberikan
gambaran dan pertimbangan nilai yang positif dan negatif , sehingga mereka
mampu belajar mengambil keputusan terbaik. Selain itu orang tua juga perlu
memiliki kesabaran tinggi serta kesiapan mental yang kuat menghadapi segala
tingkah laku mereka, terlebih lagi seandainya remaja sudah melakukan hal yang
tidak diinginkan. Sebagai konselor, orang tua dituntut untuk tidak menghakimi,
tetapi dengan jiwa besar justru harus merangkul remaja yang bermasalah
tersebut.
7. Peran
Sebagai Komunikator.
Suasana
harmonis dan saling memahami antara orang tua dan remaja, dapat menciptakan
komunikasi yang baik. Orang tua perlu membicarakan segala topik secara terbuka
tetapi arif. Menciptakan rasa aman dan telindung untuk memberanikan anak dalam
menerima uluran tangan orang tua secara terbuka dan membicarakan masalahnya.
Artinya tidak menghardik anak.
b)
Peran
Guru
1. Bersahabat
dengan siswa
2. Menciptakan
kondisi sekolah yang nyaman
3. Memberikan
keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler
4. Menyediakan
sarana dan prasarana bermain dan olahraga
5. Meningkatkan
peran dan pemberdayaan guru BP
6. Meningkatkan
disiplin sekolah dan sangsi yang tegas
7. Meningkatkan
kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain
8. Meningkatkan
keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempat
9. Mengadakan
kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah
10. Menciptakan
kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat adalah hal
fisik, mental, spiritual dan sosial.
III.
Bentuk-bentuk kekerasan
1.
Kekerasan
Fisik
Bentuk kekerasan seperti ini mudah diketahui karena
akibatnya bisa terlihat pada tubuh korban Kasus physical abuse: persentase
tertinggi usia 0-5 tahun (32.3%) dan terendah usia 13-15 tahun (16.2%).
Kekerasan biasanya meliputi memukul, mencekik, menempelkan benda panas ke tubuh
korban dan lain-lainnya. Dampak dari kekerasan seperti ini selain menimbulkan
luka dan trauma pada korban, juga seringkali membuat korban meninggal
2.
Kekerasan
secara Verbal
Bentuk kekerasan seperti ini sering diabaikan dan
dianggap biasa atau bahkan dianggap sebagai candaan. Kekerasaan seperti ini biasanya
meliputi hinaan, makian, maupun celaan. Dampak dari kekerasaan seperti ini
yaitu anak jadi belajar untuk mengucapkan kata-kata kasar, tidak menghormati
orang lain dan juga bisa menyebabkan anak menjadi rendah diri.
3.
Kekerasan
secara Mental
Bentuk kekerasan seperti ini juga sering tidak
terlihat, namun dampaknya bisa lebih besar dari kekerasan secara verbal. Kasus
emotional abuse: persentase tertinggi usia 6-12 tahun (28.8%) dan terendah usia
16-18 tahun (0.9%) Kekerasaan seperti ini meliputi pengabaian orang tua
terhadap anak yang membutuhkan perhatian, teror, celaan, maupun sering
membanding-bandingkan hal-hal dalam diri anak tersebut dengan yang lain, bisa
menyebabkan mentalnya menjadi lemah. Dampak kekerasan seperti ini yaitu anak
merasa cemas, menjadi pendiam, belajar rendah diri, hanya bisa iri tanpa mampu
untuk bangkit.
4.
Pelecehan
Seksual
Bentuk kekerasan seperti ini biasanya dilakukan oleh
orang yang telah dikenal anak, seperti keluarga, tetangga, guru maupun teman
sepermainannya sendiri. Kasus pelecehan eksual: persentase tertinggi usia 6-12
tahun (33%) dan terendah usia 0-5 tahun (7,7%).Bentuk kekerasan seperti ini
yaitu pelecehan, pencabulan maupun pemerkosaan. Dampak kekerasan seperti ini
selain menimbulkan trauma mendalam, juga seringkali menimbulkan luka secara
fisik.
IV.
Cara mengatasi
kekerasan pada remaja
Agar remaja
terhindar dari bentuk kekerasan seperti diatas perlu adanya pengawasan dari
orang tua, dan perlu diadakannya langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Curhat
Untuk Memancing Curhat. Bila pertanyaan “ada masalah apa?” dijawab dengan “nggak ada masalah” yang dingin, ceritakanlah sebuah kisah yang
sifatnya personal. Namun ingat jangan pernah sekali-kali mengawali kisah Anda
dengan kalimat “Saat saya seumuran kamu.” Kalimat itu sama basinya dengan
sayuran kemarin sore. Cobalah kalimat baru seperti, “Memang saya tidak tahu bagaimana rasanya jadi anak usia 15 tahun di
jaman seperti sekarang ini. Tapi sata tahu rasanya jadi orang yang kesepian.”
2.
Kritiklah
Kelakukannya, Bukan Anak Anda. Jangan katakan, “Hanya orang bodoh
yang merokok!” namun katakan “Saya marah karena kamu telah mengambil keputusan
yang salah.”. Anak Anda akan mengerti dia harus mengendalikan tingkah lakunya,
demikian menurut Marc A. Zimmerman,
Ph.D, profesor psikologi dari University
of Michigan.
3.
Carilah
kejadian-kejadian yang bisa menjadi pelajaran. Jadikanlah
sebuah kejadian sebagai pembuka obrolan. Misalnya saat Anda dan anak perepuan
Anda berjalan di supermarket dan melihat tabloit dengan headline ‘Ariel Peterpan Punya Banyak Pacar’. Headline seperti ini bisa Anda
jadikan sebagai topik pembukaan untuk masuk ke percakapan mengenai seks. Berada
di luar rumah juga dapat memudahkan terjadinya pembicaraan-pembicaraan seperti
di atas, karena anak sering berpikir bahwa rumah adalah wilayah kekuasaan orang
tuanya.
4.
Jangan
Menghilang. Saat anak remaja Anda berkata “Pergi saja” ini bisa berarti, “Tinggalkan saya sendirian saat ini, namun datanglah beberapa saat
lagi.” Tunjukan kepedulian Anda dengan menyelipkan nota kecill di bawah
pintunya yang menyatakan bahwa dia sangat berarti bagi diri Anda. “Bila Anda
menjauhi Anak Anda di saat seperti ini, Anda tidak akan mengetahui hal-hal apa
yang dianggap penting oleh anak Anda.” menurut Nancy Molitor, Ph.D, asisten profesor untuk bidang psikologi
klinis di Northwestern University
Medical School. Saat Anda dan anak Anda punya waktu untuk duduk bersama
dan membahas masalahnya, ingatkan anak Anda bahwa dialah orang nomor satu dalam
hidup Anda dengan cara memastikan segala alat komunikasi Anda.
5.
Pahami
Kamus Bahasanya. Memahami perkataan mereka dan makna sebenarnya merupakan
hal yang harus Anda kuasai. seperti: 1)
“Saya Baik-Baik Saja” artinya “pertanyaan ayah terlalu sederhana dan tidak
berarti, saya tidak punya waktu untuk pertanyaan seperti itu sekarang.”,
cobalah tanyakan siapa yang membuatnya kesal. 2) “Jangan Sekarang!” artinya “saya
ingin mencari jalan keluar sendiri, jadi saya akan beritahu kapan kita bisa
bicara., cobalah cari tahu kapan anak Anda bisa nongkring sambil makan es krim
bersama. 3) “Terserah Deh!” artinya “Saya tidak tahu apa yang sedang saya rasakan
atau apa yang ingin saya katakan -saya sedang mengulur waktu.”Anak Anda
merasa bahwa pertanyaan Anda menggangu. 4)
“Saya Benci Ayah!” artinya
“Saya sedang marah (bila dia benar-benar membenci Anda, dia tidak akan
mengatakannya langsung). Tanyakan mengapa dia marah. 5) “Ayah Payah!” artinya
bahwa kata ini merupakan versi lebih kejam dari nomor 4. Cobalah buat rumah
Anda bebas dari kata-kata makian dan penuhi peraturan itu.
sumber : materi kuliah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar